Insidemalang – Biasanya, kawasan Kayutangan Malang identik dengan keramaian. Jalanan penuh dengan lalu lalang pengunjung, kafe-kafe dipadati anak muda, dan toko-toko sibuk melayani pembeli. Namun, suasana itu mendadak berubah menjelang aksi demo. Banyak toko dan restoran memilih menutup pintu lebih awal.
Alasannya jelas: takut terjadi kericuhan. Isu demo yang diperkirakan berlangsung besar-besaran membuat pemilik usaha mengambil langkah antisipatif. Daripada menanggung risiko kerugian lebih besar jika terjadi perusakan, mereka lebih memilih tutup sementara.
Kekhawatiran Pedagang dan Pemilik Restoran
Seorang pedagang di Kayutangan bercerita, biasanya ia bisa buka hingga malam, terutama saat akhir pekan. Namun kali ini, ia menurunkan rolling door sejak siang. “Kalau ada demo besar, biasanya kan rawan. Takutnya ricuh, jadi lebih baik tutup dulu,” ujarnya.
Hal serupa juga dilakukan pemilik restoran. Mereka khawatir jika situasi memanas, fasilitas usaha bisa jadi sasaran. Belum lagi potensi kerugian dari bahan makanan yang terbuang karena pengunjung sepi.
Demo dan Dampaknya bagi UMKM
Demo memang bagian dari demokrasi, tapi tak bisa dipungkiri, ada dampak ekonomi yang ikut terasa. Bagi UMKM di Kayutangan, satu hari tutup bisa berarti kerugian ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Belum lagi jika aksi berlangsung lebih dari sekali.
Banyak pelaku usaha berharap demo berjalan damai dan terkendali. Mereka tidak menolak aksi penyampaian pendapat, tapi meminta agar tidak ada perusakan yang merugikan masyarakat kecil.
Kayutangan Sebagai Ikon Kota Malang
Kayutangan bukan sekadar kawasan bisnis, tapi juga ikon wisata Kota Malang. Pemerintah sudah menata kawasan ini menjadi salah satu destinasi heritage dengan konsep city walk. Banyak wisatawan datang untuk menikmati bangunan bersejarah, berfoto, hingga nongkrong di kafe modern.
Dengan adanya demo, suasana yang biasanya hidup berubah jadi lengang. Hal ini dikhawatirkan bisa mengurangi citra positif Kayutangan di mata wisatawan.
Suara Warga dan Aktivis
Warga sekitar Kayutangan punya pandangan beragam. Ada yang mendukung aksi demo sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah, tapi ada juga yang resah karena merasa keamanan mereka terganggu.
Seorang aktivis mahasiswa yang ikut demo mengatakan, “Kami hanya ingin suara kami didengar. Tapi kami juga mengimbau teman-teman agar tidak bertindak anarkis. Kayutangan harus tetap aman.”
Pernyataan ini memberi harapan bahwa aksi bisa berjalan tertib tanpa merugikan masyarakat lain.
Baca Juga: Kepolisian Ambil Langkah Cepat Terkait Pria Pembawa Molotov
Upaya Aparat Keamanan
Polresta Malang Kota bersama TNI menyiapkan personel pengamanan di titik-titik strategis, termasuk Kayutangan. Aparat berusaha memastikan jalannya demo tetap damai. Sejumlah barikade dipasang, dan patroli dilakukan untuk menjaga situasi kondusif.
Namun, meski aparat sudah berjaga, rasa was-was tetap ada di hati para pelaku usaha. Itulah mengapa banyak yang memilih langkah aman: tutup dulu, buka lagi setelah situasi tenang.
Harapan untuk Kondisi Kondusif
Kasus ini jadi pengingat bahwa setiap aksi demo bukan hanya soal hubungan antara rakyat dan pemerintah, tapi juga berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama sektor ekonomi kecil.
Warga Kayutangan berharap demo berikutnya bisa lebih tertib, tanpa ada kekerasan atau perusakan fasilitas umum. Dengan begitu, aspirasi tetap tersampaikan, dan masyarakat tidak dirugikan.
Baca Juga: Situasi Belum Kondusif, DPRD Kabupaten Malang Batasi Perjalanan Dinas
Takut ricuh saat demo, Kayutangan Malang pilih tutup sementara menjadi bukti bahwa keamanan dan ketertiban adalah kebutuhan utama masyarakat. Pemilik usaha, wisatawan, hingga warga sekitar berharap agar semua pihak bisa menahan diri dan menjaga situasi tetap damai.
Kayutangan adalah jantung kota yang harus dijaga bersama. Suarakan aspirasi, tapi jangan sampai merusak wajah kota dan mengorbankan penghidupan banyak orang.