Dinkes Batu Libatkan 200 Guru UKS Tekan Kehamilan Remaja

Insidemalang – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu menggandeng sekitar 200 guru Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dari jenjang SMP hingga SMA dalam upaya menekan tingginya angka

muhammad naafi

Dinkes Batu Libatkan 200 Guru UKS Tekan Kehamilan Remaja
Dinkes Batu Libatkan 200 Guru UKS Tekan Kehamilan Remaja

Insidemalang – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu menggandeng sekitar 200 guru Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dari jenjang SMP hingga SMA dalam upaya menekan tingginya angka kehamilan usia remaja. Keterlibatan guru UKS dinilai penting karena sebagian besar waktu produktif anak dihabiskan di sekolah, sehingga peran guru dalam memberikan pendampingan langsung kepada remaja menjadi krusial.

Langkah ini diwujudkan melalui Workshop Kemitraan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja yang digelar pada Selasa (26/8/2025). Acara tersebut menghadirkan dua narasumber, yaitu Sayekti Pribadiningtyas, S.Psi., M.Pd., Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia Malang Raya serta dr. M. Arief Adibrata, Sp.OG, M.Ked.Klin., dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari RSUD Karsa Husada Kota Batu.

Angka Kehamilan Remaja Masih Tinggi

Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, dan Penanganan Bencana Dinkes Kota Batu, dr. Susana Indahwati, mengungkapkan bahwa angka kehamilan remaja di Kota Batu masih cukup tinggi. Berdasarkan data Dinkes, pada tahun 2024 tercatat 43 kasus kehamilan remaja serta 111 kasus persalinan di usia remaja.

Sementara itu, hingga April 2025, tercatat sudah ada 31 kasus kehamilan remaja dan 21 kasus persalinan. Bahkan, terdapat kasus kehamilan pada anak usia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah.

“Fakta ini mengkhawatirkan. Tidak bisa dibayangkan anak usia 14 tahun sudah harus melahirkan. Ini bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga sosial dan psikologis,” ujar Susana.

Secara nasional, data Kementerian Kesehatan RI juga menunjukkan fenomena yang sama. Setiap tahun, sekitar 15 juta remaja berusia 15–19 tahun melahirkan, sementara 4 juta remaja menjalani aborsi dan hampir 100 juta remaja terinfeksi penyakit menular seksual (PMS) yang sebenarnya dapat dicegah.

Faktor Penyebab: Minimnya Perhatian dan Edukasi

Menurut Susana, faktor utama tingginya angka kehamilan remaja adalah minimnya pengawasan dan edukasi dari orang tua. Banyak orang tua masih menganggap tabu untuk membicarakan kesehatan reproduksi dengan anak, sehingga remaja mencari informasi sendiri dari media sosial atau lingkungan pergaulan.

“Masalahnya, informasi yang mereka dapat tidak bisa disaring dengan baik. Akibatnya, mereka mudah terjerumus ke perilaku yang berisiko, termasuk aktivitas seksual yang berujung pada kehamilan di luar pernikahan,” jelasnya.

Situasi tersebut semakin diperparah dengan kurangnya ruang aman bagi remaja untuk bertanya. Guru UKS diharapkan bisa menjadi pihak yang dipercaya oleh siswa untuk berdiskusi secara terbuka.

Perkuat Peran Guru UKS

Melalui workshop, para guru UKS dibekali strategi untuk memberikan layanan konseling yang lebih ramah bagi generasi muda. Menurut Susana, pendekatan kepada Generasi Z tidak bisa lagi menggunakan cara lama yang kaku dan penuh larangan.

“Kita tidak bisa memperlakukan Gen Z seperti zaman kita dulu. Edukasi harus dilakukan dengan pendekatan sebagai sahabat, bukan sekadar guru atau orang tua,” tegasnya.

Guru UKS juga diminta untuk adaptif dengan perkembangan zaman. Di era keterbukaan informasi, remaja dengan mudah mengakses berbagai konten. Jika tidak ada pendampingan, mereka berisiko mendapatkan pemahaman yang keliru.

“Guru, orang tua, dan masyarakat perlu bersama-sama membimbing anak. Bahkan tokoh seni dan budaya juga bisa ikut andil dalam edukasi agar pesan ini sampai dengan cara yang lebih kreatif,” imbuh Susana.

Kesehatan Reproduksi Jadi Kunci Generasi Emas

Kesehatan reproduksi remaja bukan hanya soal mencegah kehamilan dini, tetapi juga berkaitan dengan pencegahan stunting dan pembangunan generasi masa depan. Remaja yang hamil di usia terlalu muda lebih rentan mengalami komplikasi kehamilan, gizi buruk, dan melahirkan bayi dengan kondisi stunting.

“Kalau kita ingin mencapai Indonesia Emas 2045, maka investasi paling penting adalah memastikan remaja kita sehat, memahami kesehatan reproduksi, dan bisa merencanakan masa depan dengan baik,” tutur Susana.

Baca Juga: Uji Coba Parkir Elektronik Alun-alun Batu 2025

Workshop ini juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Selain guru UKS, orang tua, tokoh masyarakat, hingga komunitas kreatif diminta ikut serta dalam menyebarkan informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi remaja.

Harapan Dinkes Kota Batu

Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, dalam kesempatan terpisah menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Dinkes. Menurutnya, isu kesehatan reproduksi remaja tidak bisa dipandang sebelah mata karena menyangkut kualitas generasi mendatang.

“Pemerintah Kota Batu sangat serius dalam hal ini. Kami berharap dengan melibatkan guru UKS, angka kehamilan remaja bisa ditekan. Semua pihak perlu bergerak bersama,” ucap Heli.

Susana menambahkan, edukasi kesehatan reproduksi juga harus masuk dalam kurikulum nonformal di sekolah. Dengan begitu, remaja bisa lebih terbuka untuk berdiskusi dan mendapatkan pendampingan yang tepat.

“Harapan kami, ke depan tidak ada lagi anak usia 14 atau 15 tahun yang sudah hamil atau melahirkan. Itu adalah tanggung jawab kita semua,” pungkasnya.

Upaya Dinkes Kota Batu menggandeng 200 guru UKS merupakan langkah strategis untuk menekan angka kehamilan remaja yang masih tinggi. Dengan edukasi yang tepat, pendekatan ramah bagi generasi muda, serta dukungan lintas sektor, diharapkan angka kasus kehamilan remaja bisa terus menurun. Selain berdampak pada kualitas kesehatan, langkah ini juga berkontribusi pada pembangunan generasi emas Indonesia 2045.

Baca Juga: 3 Pertunjukan Kesenian Batu Hibur Jutaan Penonton di Jepang

Baca Juga

1 thought on “Dinkes Batu Libatkan 200 Guru UKS Tekan Kehamilan Remaja”

  1. Pingback: Situasi Belum Kondusif, DPRD Kabupaten Malang Batasi Perjalanan Dinas

Leave a Comment